Istilah dikotomi dalam ranah pendidikan memang menjadi polemik hampir di seluruh negara (jika tidak boleh dikatakan seluruhnya). Hingga kini, masih kuat anggapan bahwasanya ilmu agama dan ilmu pengetahuan merupakan 2 entitas yang berbeda yang tidak bisa dipertemukan, berseberangan, bahkan saling vis a vis satu sama lain. Keduanya seolah dicitrakan mempunyai obyek kajian tersendiri, metodologi tersendiri dalam penelitiannya, institusi penyelenggara pendidikan tersendiri dan standar kebenaran tersendiri. Suatu hal yang sangat mengganggu pemikiran sebenarnya, karena sebuah postulat dibenarkan dengan teori masing-masing, dari sudut pandang agama atau ilmu pengetahuan. Seperti inilah potret mengenai pendidikan saat ini.
Banyak para pengamat pendidikan pun akhirnya meratapi pembentukan pola dikotomik yang ditandai dengan digulirkannya renaissance. Hati nurani terlepas dari akal sehat, nafsu serakah menguasai perilaku cerdik-pandai, menjadi sedikit dari sekian banyak hal yang menyebabkan kekecewaan oleh para pengamat pendidikan akibat dari penerapan pola dikotomik dalam hal pendidikan.